Sabtu, 12 November 2011

MK. REKAYASA BUDIDAYA ANGKATAN 2009 (Ir Arif Tribina)

Bioflok sebagai Salah Satu Alternative Budidaya

Tantangan yang dihadapi oleh para budidaya adalah :
1.Terus menurunkan biaya pakan, karena pakan mempresentasikan biaya operasional terbesar dalam budidaya intensif( biasanya 50%)
  1. Meningkatkan efisiensi konversi pakan
  2. Meminimalkan pengaruh negatif terhadap lingkungan

Pakan biasanya dipandang sebagai sumber polutan terbesar dalam budidaya, karena ikan atau udang hanya mampu memanfaatkan protein pakan sekitar 25%, sehingga dibutuhkan protein tinggi untuk mengkompensasi pemanfaatan protein yang rendah tsb. Pakan formulasi seringkali hanya ditujukan untuk kepentingan hewan target (ikan atau udang yang dipelihara), satu factor yang sering diabaikan adalah kontribusi nutrisional terhadap lingkungan. Di sistem air deras, kontribusinya mungkin dapat diabaikan. Tetapi disistem intensif dengan sedikit atau tanpa ganti air dan bermuatan organic yang berat, seperti petak udang atau ikan nila, pengaruhnya sangat substansial. Oleh karena itu, masalah yang sering muncul berhubungan dengan intensifikasi budidaya adalah akumulasi ammonia di air sebagai produk akhir metabolisme yang utama dari katabolisme protein/de-aminasi protein.

Intensifikasi budidaya dalam sejarahnya mengandalkan banyak ganti air untuk membuang kotoran-kotoran dan mempertahankan kualitas air. Namun seiring meningkatnya tuntutan perlindungan perairan, larangan pembuangan limbah dan kebutuhan biosecurity, sekarang ini membatasi system flow-through/banyak ganti air tsb

Suatu alternative treatment limbah adalah mengintensifkan prosesing microbial terhadap limbah untuk memudahkan mencapai panen yang tinggi dengan sedikit atau tanpa ganti air.
Konsep bioflok sangat sederhana : limbah nitrogen yang berpotensial racun diubah menjadi protein bakteri, yang kemudian bisa dimanfaatkan oleh udang.. dengan demikian udang dapat memanfaatkan protein ganda dari protein pakan dan protein mikroba, yang sebenarnya merupakan suatu recycling protein pakan yang tak termanfaatkan.

Dalam sistem bioflok memerlukan pengaerasian dan pengadukan kuat untuk terus menjaga suspensi limbah organic di kolom air untuk dicerna oleh bakteri. Bakteri heterotrof aerobic mengkolonisasi partikel limbah organic dan menyerap nitrogen, pospor dan nutrient lain dari air. Proses ini memperbaiki kualitas air dan merecycling limbah karena detritus diperkaya secara bacterial. Partikel floc digumpalkan dengan polisakarida yang dihasilkan bakteri. Bahan-bahan tersuspensi diserap diatas flok bakteri yang terhidrolisa oleh enzim ekstraselular bakteri. Dengan demikian bioflok dalam kolom air tsb merupakan biofilter in situ, tak ada filtrasi eksternal dan dibutuhkan sedikit atau bahkan tanpa pembuangan padatan.
Dengan demikian, sistem bioflocs mampu menjawab tantangan yang dihadapi para praktisi budidaya.

2. Bagaimana membentuk Bioflok?
Aerasi & Pengadukan
Di system budidaya, kandungan oksigen di air lebih dipengaruhi oleh aktifitas alga dan bakteri daripada species budidaya. Karena dalam sistem ini petambak menurunkan atau tanpa ganti air, akibatnya terjadi akumulasi suspensi bahan organic dan bakteri yang lebih tinggi di kolam. Sebagai akibatnya, BOD meningkat dan oleh karena itu laju aerasi harus ditingkatkan.
Di samping untuk oksigenasi, aerator harus mampu menciptakan pengadukan yang cukup untuk mencegah zone sedimentasi kotoran anaerob Sedimen anaerobic akan menghasilkan produk buangan toksik seperti nitrit dan H2S. Apalagi untuk system air laut, dimana kelimpahan sulfat mendukung produksi H2S dibawah kondisi anaerobik.

Rasio C:N
Bakteri heterotrof mempunyai kemampuan yang luar biasa untuk mensintesa protein dari karbon organic dan ammonia. Oleh karena itu, sangat krusial bahwa C:N harus sesuai untuk pemanfaatan bakteri. Biasanya pakan regular untuk udang berprotein tinggi setidaknya 35% dengan C:N rasio rendah sekitar 9:1, sementara bakteri membutuhkan 20 unit karbon per unit nitrogen yang diasimilasikan. C:N rasio bisa ditingkatkan dengan memberikan pakan berprotein rendah (prosentase karbohidrat tinggi) atau dengan penambahan sumber karbohidrat seperti tetes. Oleh karena itu salah satu tantangan dalam sistem ini adalah mendesain pakan yang bisa dimanfaatkan oleh organisme budidaya (udang) dan juga oleh komunitas mikrobial.
C:N rasio di bakteri hanya 4-5, tetapi hanya mengasimilasi 40% sehingga memerlukan rasio C:N > 12.5 Lebih baik jika rasio C:N rasio meningkat hingga 15-25:1 (= level protein < 25%)

Pergantian Air Minim
Selama budidaya hanya dilakukan penambahan air sebagai akibat dari penguapan dan siphon pembuangan lumpur dasar. Karena pergantian air yang sangat minim tsb, maka diupayakan kolam harus kedap air, kolam lapis plastik atau semen.

Kepadatan relatif tinggi
Padat tebar tinggi (> 100 ekor/m2) memungkinkan input organik yang relatif lebih tinggi untuk pakan udang maupun populasi bakteri, sehingga menghasilkan biomass udang yang tinggi juga. Biomass udang yang lebih tinggi, aktifitas udang akan mengaduk dasar tambak yang menyebabkan lebih banyak ss sehingga kondisi dasar juga lebih bersih.

Berdasar pengalaman penulis, pembentukan bioflok di bak-bak kecil indoor atau di race way indoor/outdoor jauh lebih cepat dan lebih mudah dibandingkan di kolam
Beberapa faktor yang berpengaruh adalah :
  1. pengaerasian dan pengadukan relatif lebih merata/homogen, tak ada titik mati di bak sehingga semua kolom air dan dasar bak teraerasi. Pengaerasian dan pengadukan tsb sangat krusial dalam sistem ini. Sementara di sistem kolam komersial sangat sulit mengupayakan hal tsb.
  2. intensitas matahari lebih terbatasi sehingga memungkinkan terjadi pergeseran dari komunitas alga ke komunitas bakteri lebih cepat. Ini sangat penting karena kita berbudidaya di daerah tropis, dimana cahaya matahari berlimpah sepanjang tahun. Kondisi ini (pergeseran komunitas yang lebih cepat) akan mempercepat terciptanya kestabilan kualitas air sehingga udang lebih nyaman untuk hidup.
  3. kondisi kolom air dan dasar bak yang selalu terjaga aerobik mampu meminimalisir munculnya senyawa sulfida dan akumulasi sedimentasi dasar.
  4. lebih mudah manajemen bak kecil, termasuk adjusting C/N rasio.

Tampaknya, hal utama dan pertama yang harus diperhatikan dalam sistem ini adalah sistem pengaerasian dan pengadukan yang pas sehingga diupayakan semua kolom air dan dasar kolam teraerasi. Hal ini tentunya didukung oleh jenis, jumlah dan posisi /arah kincir yang tepat sesuai dengan bentuk kolam. Posisi kincir, jumlah kincir, jenis dan daya pengoperasiannya ditentukan berdasar efek-efek yang ditimbulkannya. Dengan demikian, fungsi kincir tak hanya terbatas untuk suplai oksigen semata, namun juga harus mampu menggerakkan air secara efisien dan menopang semua suspensi dalam kolom air. Untuk itu diperlukan pemahaman tentang jenis kincir dan kemampuannya untuk menciptakan arus air di kolam sehingga mengarah ke berbagai pengupayaan kesempurnaan arus dan gerakan air seperti pengkombinasian jenis kincir dengan sirkulator air, yang didesain bukan untuk menambah oksigen semata.

Penting juga diperhatikan bahwa dalam pembentukan bioflok di kolam komersial, adalah harus didesain dari awal, karena sedini mungkin diupayakan terjadi pergeseran komunitas dari dominansi autotrof ke heterotrof. Biasanya, apabila tak disetting dari awal, sistem autotrof sudah sedemikian kuat, plankton sudah blooming dan sangat sulit untuk menggesernya. Pergeseran komunitas di pertengahan budidaya tampaknya juga berresiko menyebabkan udang stress dan membuat udang tak nyaman. Dalam kondisi tsb, udang lebih rentan terserang penyakit.
T
 
 
 
 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

NO SPAM